Friday, January 17, 2014

Toilet di Jepang

Judulnya sedikit menjijikan, ya?

Tapi beneran, ini asyik untuk dibahas karena toilet di Jepang betul-betul berbeda  dengan toilet di Indonesia. Biar saya mulai dengan sebuah kutipan dari seseorang,

"Orang Jepang membutuhkan listrik di manapun, bahkan di toilet"

Yap! Toiletnya saja butuh listrik. Bukan, bukan listrik seperti lampu atau pemanas air. Tapi lebih dari itu.
Pertama kali saya ketemu dengan toilet di Jepang adalah di bandara Narita. Habis mendarat, saya ingin buang air kecil. Mampir lah saya ke toiletnya. Saya pakai urinoir, karena toilet berpintu berisi semua. Heran, ya, biasanya di Indonesia, urinoir itu ada tombolnya untuk mencet biar air keluar. Ini gak ada. Oh, pasti toilet otomatis, kata saya. Karena di rest area jalan tol Cipularang km. 90 ada toilet otomatis juga. Setelah saya sedikit menjauh, barulah air keluar secara ajaib (baca: otomatis).
Hotel Sunnex Funabori, kamar 310. Sayangnya, toilet di hotel ini biasa aja kayak toilet duduk di Indonesia. Gak asyik dibahas. Lewat.
Tower Hall Funabori, Edogawa, Tokyo. Cuma sempet ikut buang air kecil di urinoirnya. Sama seperti di Narita, urinoirnya otomatis.
Tokyo Jamii, Yoyogi-uehara, Tokyo. Perjumpaan pertama saya dengan toilet tradisional Jepang. Toilet jongkok, hanya beda dengan di Indonesia. Itu loh, yang suka ada di anime-anime horror gitu... Penampakannya seperti ini:

Sophia University, Yotsuya, Tokyo. Toiletnya sangat ajaib. Saya tiba-tiba kebelet pipis dan minta ditunjukkin toilet. Setelah sampai, saya berpikir, "Alamak, apa-apaan sih toiletnya kok gelap begini, di mana ya saklarnya?" Lalu saya melangkah satu langkah sambil nyari saklar, dan tiba-tiba semuanya terang. Oke, lampunya otomatis dan pake sensor pula. Keren banget. Urinoirnya juga otomatis.
Sementara itu, yang menyandang jadi toilet favorit saya selama di Jepang adalah toilet di.....
Tokyu Stay Yotsuya Hotel, Yotsuya, Tokyo. Toiletnya asyik banget. Kenapa? Tempat duduknya hangat (ada pemanasnya, biar pantat gak beku kalau BAB pada musim dingin kali ya), bahkan kita 'dicebokin'. Ya, ada alat yang keluar dari toilet dan memancarkan air untuk membersihkan pantat. Ehehe~ x) Tapi bagian paling aku suka sih tempat duduknya yang hangat.

Aku sempat ngobrol dengan Prof. Kimura, seorang dosen di Sophia University. Aku kan nyeletuk, "Bahkan di kamar mandi orang Jepang butuh listrik untuk mennghangatkan tempat duduknya, ya. Beda jauh dengan di Indonesia." Dia bilang, "Justru itu menjadi masalah besar buat kami. Ingat kan reaktor Fukushima pernah bocor? Nah, waktu itu listrik jadi susah, pemadaman listrik dimana-mana. Kami jadi gak bisa pake toilet. Bukan karena kami manja gak mau pake toilet yang gak berlistrik, kami sih oke-oke aja, toh itu kebutuhan dasar manusia, tapi yang jadi masalah, air gak bisa keluar. Ya, air gak bisa keluar karena biasanya katup buka-tutupnya bisa membuka karena ada listrik. Gimana kami bisa pake toilet kalau air gak bisa keluar? Itu menjadi masalah yang besar. Di saat kayak gini, kami cuma bisa mengandalkan toilet tradisional yang betul-betul tradisional, yang gak pake sistem auto-flush, tapi disiram."
Rupanya kalau ada bencana force major mereka jadi orang Indonesia juga, ya...

Intinya? Negara semodern Jepang pun, yang bahkan membutuhkan banyak listrik untuk toilet SAJA, meskipun tampak modern dan canggih, mempunyai masalah tersendiri dan bisa jadi seperti Indonesia kalau ada bencana. 

Jujur saja, salah satu hal yang saya rindukan dari Jepang adalah tempat duduk toilet yang hangat dan cebok otomatis. Sayang sekali saya gak ngambil foto-foto toiletnya. Semoga saja suatu saat nanti, saya bisa kembali duduk di toilet yang hangat dan dicebokin (meski harus recheck takutnya belum bersih).

No comments:

Post a Comment