Monday, October 20, 2014

Wahai Presiden Kami Yang Baru

Presiden Baru!

Saya yakin, jika harapan itu adalah air hujan, seluruh Indonesia akan diguyur hujan lebat seharian ini. Bagaimana tidak, presiden baru kita akan dilantik!
Setelah masa pemerintahan Bapak SBY selama sepuluh tahun, kini Indonesia akan memiliki presiden baru: Bapak Jokowi.

Secara pribadi, saya mengucapkan terima kasih banyak, sebanyak-banyaknya, kepada bapak SBY, yang telah dengan sabar dan secara penuh memerintah NKRI. Meskipun 'jasa' bapak yang saya ingat cuma satu: menjadikan mayday alias hari buruh internasional sebagai hari libur nasional yang baru. Alhamdulillah, nambah libur sehari, kan? :)

Dan secara pribadi pula, saya mendoakan agar bapak Jokowi bisa memimpin rakyat Indonesia dengan amanah, mengedepankan kepentingan bersama, mendahulukan persatuan, kesatuan, perdamaian, dan kesejahteraan rakyat.

Saya mau mendoakan aja, semoga bapak dikarunia kesehatan dan kekuatan fisik dan mental selama memerintah kami, semoga Indonesia bisa lebih maju dan sejahtera di tangan bapak, semoga Allah memberikan rahmat-Nya agar bapak bisa bijak dalam mengambil keputusan, semoga IPK saya tidak jeblok. Aamiin.

Intinya, saya mendoakan yang terbaik untuk Jokowi dan terima kasih banyak pada SBY. Semoga Allah selalu memberkati bapak-bapak sekalian.
SALAM TIGA JARI: PERSATUAN INDONESIA

Friday, October 17, 2014

Work Hard, Play Hard

Kalau kata orang Sunda sih, "Edankeun!"

Intinya, work hard play hard itu semacam pemikiran barat yang memaksimalkan semuanya dan mengedepankan keseimbangan. Kerja sepenuhnya semaksimal mungkin, main juga sepenuhnya, sebisa mungkin. Yah saya rasa teman-teman ngerti deh, ya. Jadi kalau kita kerja seharian, harus ada penghilang stres biar relaks dan gak depresi karena pekerjaan.

Pemikiran barat ini sedikit demi sedikit diadopsi orang Indonesia. Bisa dilihat, di mall-mall, di cafe-cafe, dan di restoran-restoran ternama, orang-orang dengan stelan formal menikmati sedikit waktu luangnya.
Menurut pandangan 'tradisional' orang Indonesia, sih, katanya, "Hedon! Gak boleh! Ngabis-ngabisin duit aja! Gue kaggak diajak!" yah pokoknya gitu. Menghambur-hamburkan uang untuk segelas kopi yang harganya puluhan ribu dan makanan enak yang mencapai ratusan ribu. Kata nenek sih, "Udah makan di rumah aja, nyangu (masak nasi), bikin lauk sendiri. Hemat, kan?"
Tapi kata mereka yang lagi ngupi itu sih, "Serah gue dong, duit ya duit gue. Gue juga masih zakat dan sedekah. Sekali-kali boleh, toh?"
Menurut saya sih, asal itu uang kita pribadi yang hak oranglainnya sudah diberikan, oke-oke aja. Sekali-kali, mencari kesenangan, gak apa-apa kan? Lagipula, kita niatkan saja membantu mereka yang bekerja di situ dan mencari suasana baru.
Itu definisi work hard play hard buat orang Indonesia. Kerja, capek, cari relaksasi dan kesenangan.

TAPI

Berdasarkan cerita-cerita dari dosen saya, orang-orang di Amerika sana, meskipun mereka mabuk-mabukan setiap akhir pekan, mereka tetap bisa mengerjakan tugas kuliah, bekerja sepenuhnya, semaksimal mungkin saat hari kerja. Mungkin bagi orang barat, definisi work hard play hard itu, kerja semaksimal mungkin saat hari kerja, bersenang-senang hanya pada akhir pekan.

Di situ letak kesalahan kita. Kita cenderung berpikir, ah saya sudah kerja/kuliah hari ini, pengen senang-senang kan boleh. Padahal, seharusnya kita kerja sepenuhnya saat hari kerja atau kuliah sebenar-benarnya saat hari kuliah, baru bisa bersenang-senang dan bersantai saat libur. Bagi orang Indonesia, work hard play hard harus dilakukan pada hari yang sama, padahal, bagi orang barat, ada jadwalnya.
Bahkan konon, orang barat enggan dihubungi masalah pekerjaan saat sedang berlibur (vacation). Biasanya mereka menyetel semacam balasan automatis untuk email mereka yang isinya, "mohon maaf, pesan tidak bisa dibalas secara langsung karena saya sedang berlibur" gitu deh. Beda dengan budaya orang Indonesia, di mana pekerjaan kantor di bawa ke rumah, dan hasilnya, pekerjaan rumah dan pekerjaan kantor tidak ada yang selesai.
Kata dosen saya, jika ia sedang bersantai berlibur di pantai dan mahasiswa menanyakan jadwal bimbingan skripsi, dia akan menjawab, "HULU SIA!" (orang Sunda pasti ngerti deh)

Yah itulah salah satu pergesaran makna dalam pemaknaan budaya luar di era globalisasi seperti ini. Kesiapan mental kita akan globalisasi masih kurang sepertinya, karena penyerapan budaya luar malah menyebabkan pergeseran makna dan bisa berdampak negatif. Solusinya? Yah, work hard play hard boleh aja, tapi ada jadwalnya, ada tempatnya. Selesaikan dulu work-nya, baru bisa play. Jangan dicampur. Miras dicampur/oplosan aja bisa bikin orang mati, kerjaan dan santai dicampur bisa bikin puyeng!

Wednesday, October 15, 2014

Apa Cinta Benar-benar Ada?

Apa itu cinta?

Cinta, masalah hidup paling populer. Apalagi di kalangan remaja dan anak muda. Hasil saya diskusi dengan diri sendiri, kami mempertanyakan keberadaan cinta.
Memangnya, apa itu cinta?
Jika "orang yang saling mencintai" merujuk kepada mereka yang selalu berbuat baik terhadap satu sama lain, tidak saling menyakiti, memberikan yang terbaik, saling perhatian dan pengertian, mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan bersama, saling melindungi, lalu apa bedanya dengan damai? Bukankah itu termasuk juga kepada definisi perdamaian? (Harap pisahkan soal seks, saya berbicara mengenai cinta, bukan seks, meski kadang seks dianggap bagian dari cinta)
Yang mengherankan, dengan cinta, kita hanya berdamai dengan orang-orang tertentu. Kekasih, hanya berdamai dengan kekasihnya. Suami berdamai dengan istrinya. Anggota keluarga saling berdamai satu sama lain. Tapi kenapa terkadang kita berbuat jahat terhadap orang yang tidak kita cintai?
Jika cinta benar-benar ada, seharusnya dunia ini menjadi dunia yang ideal di mana tidak ada perang dan konflik, ketika semua orang mencintai satu sama lain dan berdamai satu sama lain?
Jika cinta berarti kita siap menghabiskan hidup kita bersama orang tertentu sepanjang umur, bukankah kita BENAR-BENAR akan menghabiskan hidup dengan SEMUA orang (yang kita kenal) sepanjang umur kita?
Pendapat saya mungkin banyak cacatnya. Tapi coba dipikirkan, jika kita mencintai semua orang secara sama, bukankah dunia ini benar-benar menjadi tempat yang damai?
Yah, jika begitu, mungkin tidak ada suami-istri dan mereka hanya sebagai sarana pelestarian spesies umat manusia. Namun saya pribadi, jika ditanya apa itu cinta, akan menjawab, "Cinta adalah perjanjian damai antar individu tertentu yang idealnya berlaku selamanya." Definisi ideal memang.

Bagaimanapun kita hidup di dunia yang realistis. Orang yang saling mencintai pun bisa menyakiti satu sama lain, kan? Pasangan kekasih dan suami-istri pun bisa berpisah, kan? Anak pun bisa durhaka meninggalkan orang tua dan orang tua pun bisa menelantarkan anaknya, kan? Perjanjian damai sesakral pernikahan pun bisa dikhianati manusia, bahkan.

Jadi, adakah cinta? Atau yang ada hanya perjanjian damai? Atau jangan-jangan (yang enggan saya bahas), cinta hanya alat manusia untuk mendapat seks? Yah, konon katanya sih,
(saya tidak mengambil hak cipta apapun terhadap gambar. hak cipta gambar ada pada sumber sebenarnya. gambar berasal dari pencarian google. jika Anda merasa memiliki hak cipta terhadap gambar, mohon segera kontak saya dan saya akan segera menghapus gambar serta saya memohon maaf yang sedalam-dalamnya. NAH KALAU ADA CINTA GAK USAH PAKE RIBET-RIBET NULIS BEGINIAN, KAN?!)

Yang penting, kalau kata mbah Surip sih,..

(sumber dari google. mohon liat gambar di atas untuk disclaimer)

I love you full! Sekian dan Terima kasih

Monday, October 13, 2014

Barangkali berguna? Perhaps It will be Useful? (Bilingual Indonesian-English article)

Atas ide dari seorang teman saya, saya menulis -- mengunggah -- ini.
Yah ini merupakan paper atau makalah saya yang berjudul "Theme and Rheme Progression on Newspaper Articles from BBC and The Jakarta Post" ditulis dalam bahasa Inggris mengenai penggunaan theme dan rheme dalam koran daring BBC dan The Jakarta Post. Isinya mengenai perbedaan penggunaan theme dan rheme dalam kedua koran, yang nota bene berasal dari dua negara berbeda -- yang satu penutur bahasa Inggris yang satu bukan, Ada beberapa perbedaan yang bisa dilihat di sini.
Alasan saya mengunggah ini? Saya sadar bahwa hak cipta penuh ada pada saya selaku penulis. Saya bebaskan hak cipta untuk digunakan HANYA untuk keperluan pendidikan dan pribadi dan TIDAK untuk diperjualbelikan, dan menyertakan referensi kepada saya untuk penggunaannya.
Hal lainnya, saya harus akui banyak kekurangan dalam makalah ini. Analisisnya pun tidak begitu dalam. Namun begitu, saya berharap ada orang yang bisa menjadikan ini berguna. Yah meski tidak masuk ke jurnal tingkat internasional, setidaknya karena makalah ini saya dapat nilai A untuk mata kuliah yang dimaksud. Yah, artinya setidaknya dosen saya sudah approve. File ada di bawah, semoga berguna.

Well I should thank my friend for his idea, that I write --upload-- this article.
Well this is my paper with the title of "Theme and Rheme Progression on Newspaper Articles from BBC and The Jakarta Post", written in English about the theme and rheme progression from the online newspaper BBC and The Jakarta Post that is originated from two countries: UK and Indonesia, one is native English speaking country and one is not. There are several differences that can be concluded from this paper.
Why did I upload this? Well basically I realized that I am the full bearer of the copyright as I am the writer. I set the copyright free ONLY for education and personal purposes and NOT to be sold, and to use the references to me for the usage.
Another thing that I should confess is that, I personally realized that this paper is lack of deep analysis and other mistakes. However, I hope that somebody might find this useful. Well even though it is not included in an international journal, I got A for the subject because of this paper, which means that at least my lecturer(s) already approved it. You may find the file below. Hopefully it will be useful!


Stya-Lacksana, S. A. Z.(2014). Theme and Rheme Progression on Newspaper Articles from BBC and The Jakarta Post.

File bisa diunduh / File can be downloaded DISINI/HERE

Thursday, October 9, 2014

Ngupil

Kok judulnya gitu sih?

Ngupil itu kegiatan yang aneh. Kita mencari sesuatu dengan susah payah, seketemunya, dibuang.
Tapi di kehidupan pun kita sering "ngupil" kok.

Hah?

Iya. Apa sih yang kita cari dalam hidup ini? Kebahagiaan? Kepuasan?
Katakanlah kita mencari kebahagiaan. Memangnya apa yang disebut bahagia itu? Jika misalkan kita bahagia dengan menikmati secangkir kopi seharga 50.000 rupiah plus free wifi, setelah kopi itu habis, kebahagiaan kita juga habis dong? Lihat, ngupil kan. Susah-susah kita cari uang segitu, dijajanin kopi biar bahagia, sehabisnya kopi, udah aja kembali lagi ke kehidupan nyata. Bukankah itu membuang kebahagiaan kita?
Jika kita bahagia dengan berpacaran, setelah putus, kebayang kan patah hatinya kayak apa? Susah-susah pedekate, ngajak jalan kesana-kemari, quality time, segala macem lah, terus jadian. Bahagia? So pasti. Udah lama pacaran, ternyata gak cocok terus. Putus. Sakit. Dibuang itu kebahagiaan. Ngupil juga kan, susah-susah cari pacar, kok diputusin?
Definisi kebahagiaan pasti rancu. Secangkir kopi tadi, bisa jadi menjadi definisi kebahagiaan yang sesaat saja. Hubungan asmara antar kekasih, bisa jadi menjadi definisi kebahagiaan untuk sementara waktu. Terus kalau kita mencari kebahagiaan dan kebahagiaan itu pada akhirnya akan hilang, apa yang sebenarnya kita cari?
Menikah saja, yang dibilang "hidup bahagia selamanya" tentu akan menjadi sedih sedu sedan ketika pasangannya meninggal dunia. Jika orang religius bilang beribadah adalah kebahagiaan (sebenernya saya gak boleh mengganggu gugat yang ini), jika ia terlalu asyik dengan kehidupannya dan lupa ibadah maka ia "ngupil" juga dong?
Mungkin memang kodrat hidung manusia menyaring kotoran hingga meskipun dibersihkan jutaan kali ke salon paling mahal sekalipun, upil akan tetap muncul dan kita akan terus "menggali harta karun". Mungkin memang kodrat hidup manusia yang mencari kebahagiaan sehingga meskipun kebahagiaan yang lalu sudah "dibuang" ia akan mencari kebahagiaan lain.
Lagipula, definisi bahagia bagi setiap orang kan berbeda. Untuk seorang dosen, mungkin ia bahagia saat tesis/desertasinya menjadi referensi untuk tesis/desertasi lainnya di seluruh dunia. Untuk seorang pebisnis, menandatangani kontrak senilai milyaran rupiahlah yang mungkin mebahagiakannya. Untuk seorang guru, melihat muridnya sukses menjadi orang penting tentu kebahagiaan tiada tara. Untuk seorang anak kosan, mungkin temannya yang berbagi makanan gratis menjadi kebahagiaan di tanggal 28.

Saya sering liat hashtag "Bahagia itu Sederhana". Really? Coba kau lepas itu HP kau, taruh jauh-jauh laptop dan internet kau. Bisa tahan lima jam, hebat. Bahagia tidak sesederhana itu. Konsep bahagia yang berbeda-beda di benak setiap manusia menjadikannya rumit. Mungkin jika kita melihat anak-anak di perkampungan yang tertawa lepas saat mandi di kali, kita bisa bilang, "mereka aja bahagia tanpa HP, bahagia itu sederhana." sekarang saya tanya, apa Anda bahagia tanpa HP? gak gelisah? tenang aja? Maka bahagia tidak sederhana bagi Anda.

Kadang saya ingin kembali jadi anak kecil, di mana konsep "bahagia itu sederhana" benar-benar ada pada diri saya. Ketika saya menertawakan kehidupan, alih-alih memikirkannya. Ketika saya belum tahu beratnya hidup dan tanggung jawab yang harus diemban. Ketika saya senang hanya dengan bermain petak-umpet bersama teman sebaya. Ketika saya tertawa lepas, tanpa memikirkan tanggung jawab apapun. Bahagia ya? Nampaknya hidup kita terlau berat sampe-sampe kehidupan anak kecil saja kita idam-idamkan.

Kembali ke ngupil. Beberapa orang mencoba mencari kebahagiaan abadi. Ada yang mencarinya dengan uang. Apa mereka bahagia? Bisa jadi. Apa mereka tenang? Belum tentu. Mereka bisa saja merasa tidak tenang karena kepemilikan harta yang banyak akan dicopet oleh orang jahat. Ada yang mencarinya dengan kekuasaan. Apa mereka bahagia? Bisa jadi. Apa mereka tenang? Belum tentu. Mereka bisa saja takut ada orang yang ingin mengudeta dirinya dan melengserkannya dari jabatannya. Ada yang mencarinya dengan ibadah. Apa mereka bahagia? Bisa jadi. Apa mereka tenang? Belum tentu. Mereka bisa saja merasa tidak tenang takut-takut ibadahnya tidak diterima Tuhan dan malah menjerumuskan mereka ke api neraka. Ada yang mencarinya dengan berfoya-foya. Apa mereka bahagia? Bisa jadi. Apa mereka tenang? Belum tentu. Mereka bisa saja khawatir kehabisan uang dan sumber daya untuk kesenangan mereka. Jadi, adakah kebahagiaan abadi itu? (Karena saya menikmati banyak dogma agama, mari kita singkirkan agama dari pembahasan ini dan kita anggap agama sudah memiliki jawabannya: kebahagiaan abadi di surga. kita pikirkan di luar itu, kalau berkenan)

Jangan-jangan, kita diciptakan memang untuk ngupil. Selalu mencari, kadang membuang, lalu mencari lagi, tak pernah berhenti, dan bertanya-tanya dalam diri, "apa suatu saat hidungku akan berdarah karena terlalu banyak ngupil?"